KAIATAN SOSIOLINGUISTIK
DIDALAM ADAT PERNIKAHAN JAWA DAN SUNDA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Pengertian Sosiolinguistik
Sosiologi adalah
kajian
yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan
proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang
ilmu yang mempelajari bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar
disiplin yang mempelajari bahasa dan kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di
dalam masyarakat. Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak di lihat
secara bahasa, melainkan dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di
dalam masyarakat manusia. Sedangkan menurut Kridalaksana 1984:4, menyatakan
sosiolinguistik lazim di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari ilmu dan
berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan
dengan ciri fungsi variasi
bahasa itu di dalam suatu masyarakat.
2. Kegunaan Sosiolinguistik
Sosiolonguistik
menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial
tertentu, seperti di rumuskan Fishman (1967:15) bahwa yang di persoalkan dalam
sosiolinguistik adalah “who speak, what language, to whom, when, and to what
end ”. Dari rumusan Fishman itu dapat kita jabarkan manfaat atau kegunaan
sosiolonguistik bagi kehidupan praktis, antara lain sebagai berikut:
a. Dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau
berinteraksi.
Sosiolinguistik akan
memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa.
Ragam bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang
tertentu. Misalnya, jika kita adalah anak dari suatu keluarga, tentu kita harus
menggunakan ragam bahasa yang berbeda jika lawan bicara kita adalah ayah, ibu,
kakak, atau adik.
b. Buku-buku tata
bahasa, sebagai hasil kajian internal terhadap bahasa, biasanya hanya
menyajikan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah-kaidah
penggunaan bahasa. Misalnya, hampir semua buku tata bahasa Indonesia menyajikan
sistem kata ganti orang sebagai berikut:
|
Orang ke
|
tunggal
|
jamak
|
|
1
Yang berbicara
|
Aku ,saya
|
Kami, kita
|
|
2
Yang diajak
bicara
|
Engkau ,kamu
,anda
|
Kaliyan, kamu,
sekalian
|
|
3
Yang
dibicarakan
|
Ia, dia, nya
|
mereka
|
Bagan tersebut cukup
jelas. Tetapi kaidah sosial bagaimana menggunakannya tidak ada, sehingga orang
yang baru mempelajari bahasa Indonesia dan tidak mengenal kaidah sosial dalam
menggunakan kata ganti itu akan mengalami kesulitan besar. Oleh karena itu,
bantuan sosiolinguistik dalam menjelaskan penggunaan kata ganti tersebut sangat
penting. Kiranya, tanpa bantuan sosiolinguistik (misalnya, kepada siapa, kapan
dan dimana kata ganti itu harus di pakai) sajian kata ganti itu tidak berguna
dalam percakapan yang sebenarnya.
3. Bahasa dan Kelas Sosial
a.
Pengertian Kelas Sosial
Kelas sosial (
social class ) mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan
tertentu dalam bidang kemasyarakatan, seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan,
kedudukan, dan sebagainya. Misalnya A adalah seorang guru di sekolah negeri,
maka dia masuk ke dalam kelas pegawai negeri, jika dia seorang sarjana, dia
bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik.
b. Ragam
Bahasa dan Kelas Sosial
Ragam bahasa dialek
regional dapat di bedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain.
Batas perbedaan itu bertepatan dengan bats-batas alam seperti laut, sungai,
gunung, dan sebagainya. Secara linguistik dapat dikatakan, jika dua dialek
regional berdampingan, di dekat perbatasan itu bisa jadi kedua unsur dialek itu
akan “bercampur”. Semakin jauh dari batas itu, perbedaan itu semakin “besar”.
Sekurang-kurangnya hal ini benar pada beberapa situasi. Barangkali jarak
geografis inilah salah satu faktor yang menyebabkan perpecahnya suatu bahasa
menjadi sekian banyak bahasa. Setidaknya batas alam itu makin mengokohkan
status bahasa yang tadinya mungkin hanya berupa dialek saja. Ini mungkin
terjadi pada apa yang sekarang kita sebut bahasa Indonesia, bahasa Sunda,
bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Madura.
1.1 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perbedaan nama tradisi di pernikahan Jawa-Sunda ?
2.
Bagaimana arti kata dalam pernikahan
Jawa-Sunda?
3.
Bagaimana upaya memperjuangkan
kelestarian
adat pernikahan Jawa-Sunda?
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini
adalah
1. Mengetahui permasalahan perbedaan adat pernikahan Jawa-Sunda
2. Mengetahui
arti kata dalam pernikahan
Jawa-Sunda.
3. Mengetahui upaya memperjuangkan kelestarian adat pernikahan Jawa-Sunda
1.3 Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana banyaknya budaya Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimana
arti adat pernikahan
Jawa-Sunda
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya memperjuangkan
kebudayaan atau kelstarian adat pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Satu tahapan dalam
kehidupan yang dilewati oleh kebanyakan manusia adalah pernikahan. Pada tahap
ini, banyak sekali hal yang harus disiapkan untuk menjalaninya. Dalam
pernikahan adat Jawa ataupun Sunda yang berkiblat
pada kebudayaan keluarga jaman dulu kala/kraton,
ada beberapa prosesi adat yang harus dilalui ketika akan menikah. Selain itu
ada juga busana adat dan tata rias yang digunakan oleh pengantin, yang juga
bersumber dari budaya mAasing-masing daerah.
Di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, upacara pernikahan adat Jawa juga masih digunakan oleh
masyarakatnya. Prosesi, busana, dan tata rias yang ada tentu saja berasal dari
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Masyarakat yang memilih melangsungkan
pernikahan dengan upacara adat Jawa ataupun Sunda
tentu saja mempunyai harapan dan doa besar dibalik setiap prosesi yang
dijalani. Walaupun mungkin dalam pelaksanaan upacara adatnya,khusus
Yogyakarta ada beberapa hal yang berbeda dari pelaksanaan upacara pernikahan
adat keraton.
Namun di era sekarang
ini, banyak masyarakat Jawa yang mulai meninggalkan dan melupakan upacara
pernikahan adat Jawa. Mereka menganggap upacara pernikaan adat Jawa dalam
pelaksanaan prosesinya terlalu panjang. Selain itu kebutuhan dan uba rampe
pendukung prosesi juga dianggap terlalu banyak dan ribet, sehingga nantinya
akan memerlukan biaya yang sangat besar. Padahal sebenarnya banyak sekali makna
filosofis yang baik di balik setiap prosesi adat yang dijalani.
Oleh karena itu,
diperlukan adanya kesadaran dari diri pribadi masyarakat Jawa sendiri untuk
tetap menjalankan upacara pernikaan adat Jawa. Hal ini dilakukan agar upacara
pernikahan adat Jawa tetap lestari dan tidak hilang ditelan jaman. Selain itu
upacara pernikahan adat Jawa juga merupakan warisan budaya yang harusnya
diberikan untuk anak cucu generasi penerus kelak. Dari itu semua diharapkan
natinya upacara pernikahan adat Jawa tetap eksis hingga masa yang akan datang.
A.
Prosesi
Upacara Pernikahan Adat Daerah Istimewa Yogyakarta
Upacara
Siraman
Upacara
siraman dilaksanakan sehari sebelum acara akad-nikah. Biasanya dilaksanakan
sekitar pukul 10 atau pukul 14 tergantung rancangan acara yang dikehendaki.
Meskipun pedoman (pakem) dalam upacara siraman
telah ditentukan, dewasa ini ketika
pelaksanaan terdapat banyak perbedaan bergantung pada selera dan
kepraktisan si pembuat acara.
Perlengkapan
yang digunakan dalam upacara siraman
adalah air tawar yang berasal dari tujuh sumber yang bertabur dengan keharuman
bunga setaman (mawar melati, kenanga,
kanthil), cengkir gadhing, klasa kalpa, ron apa-apa.
Sedangkang sajen yang digunakan dalam upacara siraman adalah tumpeng robyong,
gudhangan, jajan pasar, serta ayam
panggang. Tempat dalam pelaksanaanya dilakukan ditempat atau rumah pengantin
wanita.
a. Sungkem Ngabekti
Acara sungkem
ngabekti adalah salah satu ajaran luhur bagi para putra perihal subasita (tata krama, atau etika) dan
sikap hormat terhadap orang tua serta para tetua yang telah memberikan berkah
restu sejak kecil sampai tua (Warpani, 2015: 69). Kesempurnaan acara adalah
ketika calon pengantin mengungkapkan sendiri isi hatinya, demikian juga orang
tua juga mengungkapkan sendiri yang menjadi pesan-pesannya.
Seusai sungkem
dilakukan, orang tua membimbing calon pengantin
menuju tempat upacara siraman
akan dilakukan. Dan didudukkan dikursi (dhingklik)
yang ditutupi klasa kalpa, ron apa-apa, dan lurik tuluh watu.
.
b. Pondhongan
Acara selanjutnya (setelah upacara siraman berakhir), selanjutnya adalah
acara pondhongan calon pengantin
wanita menuju kamar pengantin oleh bapak dari calon pengantin, namun bila bapak
sudah tidak mampu dapat dilakukan oleh kakak atau adik calon pengantin wanita
atau sesepuh lain. Bila tidak mampu
juga, dapat dilakukan oleh calon pengantin pria yang didampingi atau dibimbing
oleh kedua orang tua calon pengantin wanita.
Pondhongan
dilakukan dari tempat pelaksanaan upacara siraman
menuju kamar calon pengantin. Hal ini dimaknai sebagai ungkapan kasih sayang
orang tua juga sebagai pondhongan
terakhir orang tua sebelum melepas anaknya untuk memulai kehidupan rumah
tangga. Seusainya acara pondhongan
maka dilanjutkan dengan acara tigas rikma.
c. Tigas Rikma
Acara tigas
rikma adalah acara yang dilakukan oleh bapak calon pengantin wanita dengan
cara memotong rambut calon pengantin wanita. Sebagai lambang bahwa segala
perilaku yang tidak baik, sudah ditigas
(dipotong). Selanjutnya rambut dari potongan tersebut dikubur dipekarangan,
yang juga merupakan lambang segala kejelekan ditinggalkan dan yang dibawa
hanyalah kebaikan-kebaikan untuk melanjutkan hidup berumah tangga.
Selain sebagai lambang meninggalkan segala
keburukan calon pengantin, watak rambut adalah tumbuh meskipun sudah dipotong
berkali-kali. Hal ini menjadi isyarat kasih sayang orang tua terhadap anak yang
tidak pernah putus. Juga mengajarkan, agar calon pengantin tetap berbakti
kepada kedua orang tuanya.
d. Dulang Pungkasan
Acara setelah tigas rikma
adalah acara dulang pungkasan. Acara
ini dimaknai sebagai keikhlasan orang tua karena putrinya telah menemukan
tambatan hatinya. Dulangan atau suapan ini juga yang mengisyaratkan bahwa
sampai disinilah kewajiban orang tua
memberi nafkah telah berakhir, selanjutnya tanggung jawab tersebut
semoga dapat dilaksanakan dengan bahu- membahu bersama calon suaminya, teriring
doa semoga mendapat keberuntungan serta kebahagiaan dan kemuliaan dalam
kehidupan rumah tangganya.
e. Kerik Wiwitan
Acara kerik
wiwitan dilakukan setelah berakhirnya acara siraman. Calon pengantin wanita menggunakan busana nyamping (sawitan) yang bermakna
kesatuan lahir dan batin; tata, titir, dan ikhlas dalam menjalani kehidupan
berumah tangga.
Calon pengantin wanita dikerik dengan dicukur rambut halus dikeningnya (sinom) serta rikma-kalong-nya (kuduk) agar bersih, kemudian dihalub-halubi dengan digambar kerangka paes.
1. Upacara Midodareni
Acara
midodareni adalah acara yang
dilaksanakan pada malam hari menjelang ijab-kabul dan acara panggih pengantin
pada keesokan harinya. Midodareni dilaksanakan
pada waktu setelah sholat magrib. Sebelum masuk acara midodareni ada upacara siraman
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada upacara siraman semua dilakukan dengan serba gasal sebagai suatu isyarat
belum lengkap atau genap, misalnya ketika menyiram calon pengantin dilakukan
oleh tujuh atau sembilan orang, paes atau riasnya hanya berupa cengkorongan,
busana yang digunakan masih sederhana. Semua mengandung keyakinan bahwa yang
merampungkan (menggenapkan) adalah para widodari (bidadari).
a. Pelaksanaan
Upacara Midodareni
Setelah segala persiapan telah
tersedia lengkap, maka langkah selanjutnya adalah langkah-langkah yang ditempuh
dalam melaksanakan upacara midodareni.
Menurut Riefky (2008: 33) langkah-langkah dalam melaksanakan upacara midodareni dilakukan dengan uraian dibawah
ini;
1) Calon pengantin putri mengenakan pakaian
berupa kain motif truntum dengan atasan kebaya biasa. Rambut disanggul ukel tekuk atau ukel konde dan tidak diperbolehkan mengenakan perhiasan apa pun.
Riasan atau paes yang digunakan pun
hanya samar-samar dan sangat tipis.
2) Calon pengantin dipingit dalam kamar degan didampingi orang tua dan pini sepuh yang memberikan
nasehat-nasehat guna sebagai bekal mengarungi biduk rumah tangga.
3) Diluar kamar dalam waktu yang bersamaan, saat
upacara midodareni dapat dilakukan
penyerahan calon pengantin pria dari pihak keluarga calon pengantin wanita.
Kemudian dapat dilanjutkan dengan acara doa bersama menurut agama dan
kepercayaan yang dianut. Setelah selesai, maka dilakukan upacara tirakatan
sampai pukul dua belas malam.
4) Tepat berakhirnya acara, sajen midodareni dibagi-bagikan kepada para tamu dan para kerabat.
Sedangkan sepasang kembar mayang dan
dua butir kelapa ditempatkan dalam kamar calon pengantin.
2.
Upacara
Ijab
Upacara
Ijab merupakan inti dari serangkaian upacara perkawinan.Upacara Ijab bisa juga
disebut sebagai akad nikah. Dengan dilaksanakannya ijab atau akad nikah, maka
kedua mempelai telah sah sebagai suami dan istri. Upacara ini bersifat sakral atau
religius dan administratif. Pelaksanaan dapat di rumah mempelai putri, tempat
ibadah, atau KUA. Bukti sahnya hubungan antara kedua mempelai.
3. Upacara Panggih
Dalam
pernikahan adat Jawa, upacara panggih
merupakan puncak dari rangkaian upacara adat yang mendahuluinya. Yosodipuro
(1996: 43) menjelaskan bahwa dalam upacara panggih terangkai dari beberapa
acara sebagai berikut:
a. Penyerahan
sanggan atau tebusan.
Mempelai pria keluar
didampingi oleh penganthi atau
pendamping pria dan diiringi rombongan keluarga mempelai pria (pengombyong) berjalan menuju serambi
muka. Urutan iring-iringan didahului oleh dua orang ibu pembawa sanggan. Salah
satu ibu membawa sanggan dan menyerahkannya sebagai penebus kepada yang mengku dalem (pemilik hajat) yaitu ibu
mempelai wanita. Sementara ibu yang lain memberitahukan bahwa mempelai pria
sudah datang dan siap menjalankan Upacara Panggih.
Sanggan terdiri dari satu tangkep pisang raja, suruh ayu/kinang, kembang telon, lawe wenang.
Pengantin pria dan rombongan berhenti di depan tarub.
b. Keluarnya
mempelai wanita dari kamar pengantin yang didahului kembar mayang.
Mempelai wanita keluar
didampingi oleh dua penganthi putri
yang berusia setengah baya (pinisepuh)
dan dua orang gadis kecil pembawa kipas (patah).
Urutan berjalannya didahului oleh dua orang ibu setengah baya yang keluar
membawa kembar mayang. Perlengkapan
pada prosesi ini adalah dua buah kembar
mayang. iring-iringan tersebut berjalan menuju tarub.
c. Lempar
sirih atau balang-balangan suruh.
Kedua mempelai yang
sudah didepan tarub diposisikan saling berhadapan. Kemudian tanpa diberi
aba-aba langsung dilakukan acara balang-balangan suruh. Linthingan sirih yang diikat dengan benang dan berjumlah tujuh
tersebut disebut gantal. Pembagiannya
adalah empat buah gantal untuk
mempelai pengantin pria dan tiga untuk pengantin wanita. Pengantin wanita
melempar terlebih dahulu dengan tangan kiri disambut oleh pengantin pria juga
dengan tangan kiri.
d. Wijikan
dan memecah telur.
Acara selanjutnya
adalah upacara wijikan. Pertama kedua
pengantin mendekat menuju arah ranupada
(tempat mencuci kaki). Pengantin pria melepas selop atau alas kaki. Pengantin
wanita jongkok lalu mencuci kedua kaki mempelai pria. Sekurang-kurangnya sampai
tiga kali guyuran dengan air sritaman.
Kemudian pengantin pria membersihkan dan mengeringkannya. Selanjutnya
mengulurkan tangannya untuk membantu pengantin putri berdiri.
Selanjutnya adalah
acara memecah telur. Posisi berdiri kedua mempelai saling berhadapan. Salah
satu penganthi pengantin wanita (juru
paes) mengambil sebutir telur dari bokor yang berisi air dan bunga sritaman.
Telur tersebut kemudian disentuhkan ke dahi kedua pengantin. Diawali dari dahi
mempelai pria lebih dahulu kemudian mempelai wanita. Setelah itu telur
dibanting ke ranupada hingga pecah.
e. Berjalan
bergandengan kelingking menuju pelaminan
Kedua mempelai berjalan
berdampingan. Oleh juru paes pengantin diarahkan untuk bergandengan dengan
kelingking saling terkait menuju pelaminan.
f. Kacar-kucur
atau tampa kaya
Setibanya mempelai di
pelaminan segera dilaksanakan upacara kacar-kucur
atau tampa kaya. Ubarampe yang harus disiapkan diantaranya: aneka biji-bijian
(kedelai, kacang tanah, gabah atau padi, jagung, dan beras kuning), dlingo bengle dan sritaman, uang recehan logam (mulai dari nominal yang terkecil
sampai yang terbesar sampai jumlahnya genap), kain mori berukuran 25x25 cm, dan
klasa bangka/tikar.
Langkah pertama,
pengantin wanita meletakkan tikar yang ditutupi dengan mori/saputangan
berukuran 25x25 cm diatas pangkuannya. Pengantin pria kemudian berdiri
mengambil kaya dan menuangkannya
kepangkuan mempelai wanita sedikit demi sedikit, termasuk kain pembungkusnya.
Selanjutnya pengantin putri mengikat mori
/sapu tangan yang berisi kayatermasuk pembungkusnya dan menitipkannya
kepada ibunya.
g. Dhahar
klimah
Acara berikutnya adalah
dhahar klimah. Dalam acara ini
membutuhkan piring kosong, serbet, nasi kuning
(dengan lauk pauk telur dadar, kedelai, abon, dan hati ayam kampung
dimasak pindang), dan dua cangkir teh manis. Setelah mencuci tangan, pengantin
pria mengambil nasi kuning sertapindang
antep kemudian membuat kepalan sebanyak tiga kepalan dan setiap kepalan
diletakkan diatas piring kosong yang diambil pengantin wanita. Selanjutnya
kedua mempelai mencuci tangan, dan pengantin putri dipersilahkan makan kepalan
nasi disaksikan mempelai pria. Acara ini diakhiri dengan minum bersama (bagi
menantu pertama atau anak sulung) kedua orang tua pengantin putri dan kedua
mempelai harus minum rujak degan.
h. Penjemputan
orang tua mempelai pria atau besan
Selanjutnya kedua orang
tua pengantin wanita menjemput besan. Penjemputan besan dilakukan didepan tarub, selanjutnya mereka berjalan
menuju ke tempat pahargyan. Iring-iringan tersebut diawali oleh kedua ibu dan
disusul dibelakangnya kedua pihak ayah. Orang tua mempelai pria duduk disebelah
kiri pengantin wanita.
i. Sungkeman
Upacara berikutnya
adalah sungkeman. Sungkeman yaitu bersembah sujud kepada
orang tua kedua belah pihak untuk memohon do’a restu. Sungkeman pertama
dilakukan kepada orang tua mempelai wanita. Diawali sikap sembah pengantin
putri, kemudian mengambil sikap setengah berlutut. Kedua tangan pengantin menyangga
lutut kanan orang tuanya dan mencium lutut tersebut. sementara kedua tangan
orangtua ditumpangkan di kedua bahu pengantin sebagai tanda memberikan do’a
restu. Setelah selesai kedua tangan orang tua pengantin membimbing kedua tangan
pengantin untuk membantu berdiri. Setelah berdiri, pengantin menghaturkan
sembah. Menyusul kemudian pengantin pria dengan cara dan sikap yang sama.
Setelah sungkeman pada orang tua
mempelai wanita, dilanjutkan sungkem
kepada orang tua mempelai pria.
B.
Prosesi
Upacara Pernikahan Adat Sunda
PRANIKAH
a.
Neundeun
Omong (Menyimpan Janji)
Ketika
orang tua sudah menyetujui keinginan putranya untuk menikah, ayah dari pihak
laki-laki akan mengunjungi calon besan untuk menyampaikan maksud menikahkan
putra mereka, atau akan mengirim utusan (orang yang dipercaya bisa menyampaikan
maksud dengan cara dan Bahasa yang baik).
b.
Narosan (Lamaran)
Seperti
halnya lamaran pada umumnya, keluarga pihak laki-laki akan berkunjung ke rumah
pihak perempuan dengan maksud maheutkeun (mengikat) dan memusyawarahkan
kapan diselenggarakannya waktu pernikahan. Pada adat lamaran ini, pihak
laki-laki akan membawa babawaan seperti perhiasan, pakaian untuk
perempuan, makanan, dll.
c.
Ngaras
Upacara adat ini biasanya dilaksanakan satu hari
sebelum akad nikah, dan dilaksanakan oleh masing-masing calon pengantin. Yang
dilakukan dalam upacara adat ngaras adalah membasuh kaki kedua orang tua
seraya meminta maaf atas segala kesalahan sebagai seorang anak. Sebelum
membasuh kaki kedua orang tuanya, sang calon pengantin diais (digendong)
oleh orang tuanya menggunakan aisan (samping) keluar dari kamar menuju
tempat ngaras. Selain itu, upacara adat ini berisi tentang
wejangan-wejangan kepada calon pengantin oleh orang tua maupun orang yang
dituakan di keluarganya, serta meminta do’a restu dan silih lubarkeun
(saling memaafkan dan mengungkapkan kasih sayang)
d.
Ngeuyeuk Seureuh
Ngeuyeuk
Seureuh dilakukan
setelah selesai melaksanakan upacara adat Ngaras, biasanya dilakukan di malam
hari pada saat wanci sareureuh budak (ketika anak-anak maupun remaja
yang masih lajang telah beristirahat/tidur).
Mengapa
demikian?
Sebab upacara
adat ini berisi tentang wejangan berumah tangga dan hubungan suami istri (sex
education) yang tidak boleh disaksikan oleh anak-anak maupun remaja yang
masih lajang. Dalam ngeuyeuk seureuh dihadiri oleh kedua calon pengantin
beserta keluarganya, serta kedua calon pengantin duduk berdampingan.
PASCANIKAH
a.
Sawer
Sawer Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua
mempelai yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan kedua
mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan. Kata sawer berasal
dari kata panyaweran , yang
dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung
genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari tempat berlangsungnya
upacara adat tersebut yaitu panyaweran
(berlangsung di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai
dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang
logam, beras, irisan kunyit tipis, permen.
b. Nincak
Endog (Menginjak Telur)
Mempelai pria menginjak telur di balik papan dan elekan (Batang
bambu muda), sebagai simbol sang pengantin wanita rela menyerahkan
kehormatannya. Kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air
dari kendi, lalu mengelapnya sampai kering. Melambangkan pengabdian istri
kepada suami yang dimulai dari hari itu.
c.
Meuleum Harupat (Membakar
Harupat)
Mempelai pria memegang
batang harupat, pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat
yang sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi yang di pegang mempelai
wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh jauh. Melambangkan
nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam memecahkan
persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air
adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami
tidak nyaman.
d.
Meupeuskeun Kendi (Memecahkan
Kendi)
Kendi yang dipakai
untuk membasuh kaki pada ritual nincak endog tadi, dipecahkan
bersama oleh kedua mempelai, sebagai simbol dimulainya pengabdian seorang istri
kepada suami.
e.
Buka Pintu
Percakapan tanya jawab
berupa syair antara pengantin pria yang berada di luar pintu dengan pengantin
wanita di dalam rumah. Bermakna agar suami istri saling menghormati, juga agar
dapat diterima dalam bertetangga.
f.
Huap Lingkung
Sebuah prosesi dimana kedua
pengantin disuapi oleh orang tua masing-masing, lalau kedua pengantin saling
menyuapi. Melambangkan kasih sayang orang tua yang sama besar terhadap anak dan
menantu.
- Silih huapan
- Pabetot Bakakak
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di Indonesia ini terdapat banyakadat pernikahan
terutama di Jawa dan Sunda. Yang mempunyai filsafat masing-masing dan mempunyai
simbul atau keinginan setiap daerah
tentu tidak lepas untuk kebaikan setiap mempelainya. Hanya cara setiap
daerah saja yang berbeda dalam melaksanakan pernikahan itu sendiri tapi dalam
makna kebaikan untuk pernikahan itu tetap sama. Dalam banyaknya adat pernikahan
di Indonesia , Indonesia tetap harmonis dan saling melengkapi terbukti bahwa
Jawa dan Sunda yang satu pulau tetapi memiliki cara adat pernikahan berbeda
dari situ bisa terlihat bahwa perbedaan itu bukan membuat perpecahaan tetapi
membuat akan semakin kayannya Indonesia
ini.
Saran
Tetap
jaga tradiri pernikahan setiap daerahnya , hargailah keunikan dan perbedaan
yang kita miliki. Tetap lestari untuk menghiasi negeri dan banggalah dengan
tradisi yang kita miliki , walau caranya berbeda tapi lihatlah makna yang sama.
Daftar
Pustaka
Ppt
pernikahan Sunda
Sosiologi
Bahasa – Drs. A. Chaedar Alwasilah
Sutawijaya, R.danang, dkk. 2001. Upacara pengantin tatacara kejawen. Semarang: CV. Aneka Ilmu.
